Tuesday, May 21, 2013

Goa Gong - Pesona Wisata Pacitan

Goa Gong




Goa Gong merupakan salah satu objek wisata andalan Kabupaten Pacitan. Gua Gong merupakan satu dari gua-gua yang tersembunyi di perut gunung-gunung kecil yang ada di Pacitan. Gua ini merupakan goa horizontal dengan panjang sekitar 256 meter. Di dalam goa itu terdapat stalaktit, batuan kapur berbentuk kerucut di langit-langit gua, dan stalagmit, batuan kapur yang berdiri tegak di dasar berusia ratusan tahun. Menurut beberapa peneliti dan wisatawan mancanegara,
Dinamakan Gua Gong karena menurut cerita yang beredar, dari dalam gua ini sering terdengar bunyi-bunyian yang menyerupai suara gong. Proses ditemukannya Gua Gong sendiri terjadi secara tidak sengaja. Alkisah, pada suatu ketika terjadi musim kemarau yang berkepanjangan, sehingga di Dusun Pule terjadi kekeringan. Air sangat sulit untuk diperoleh. Mbah Noyo Semito dan Mbah Joyo berinisiatif untuk mencari air ke dalam gua yang ada di tempat itu. Dengan menggunakan obor yang terbuat dari daun kelapa kering yang diikat, mereka mecoba menelusuri lorong-lorong gua. Setelah menghabiskan tujuh ikat obor, mereka menemukan beberapa sendang dan mandi di dalamnya. Penemuan itu terjadi sekitar tahun 1930.

Suasana Gua Gong

Sampai di depan gerbang, pengunjung harus terlebih dahulu berjalan sekitar 100 meter. Para penjaja senter yang ada di gerbang maupun mulut goa akan menawarkan senter mereka agar disewa. Selama perjalanan dapat dinikmati pemadangan khas pegunungan atau mampir sebentar untuk berbelanja di warung-warung yang berderet sepanjang jalan menuju goa. Fasilitas yang tersedia di kawasan Gua Gong antara lain toko suvenir, rumah makan, tempat parkir, WC umum, dan musholla. Bagi wisatawan yang ingin mengetahui seluk-beluk Gua Gong secara detail, mereka dapat menyewa pemandu yang ada di kawasan ini. Namun, bagi yang tidak ingin menyewa pemandu dapat membeli buku panduan yang ada. Bagi Anda yang ingin menginap, Anda dapat menyewa hotel ataupun penginapan yang ada di Kota Pacitan.
Saat memasuki goa, mata akan lebih membiasakan diri dengan keadaan goa yang gelap apalagi jika tidak membawa senter. Namun tidak perlu kuatir saat berjalan menyusuri goa karena jalur yang ada sudah disemen dan terdapat besi pegangan agar pengunjung tidak tepelet. Semakin kedalam, pengunjung akan dibuat takjub dengan pemandangan-pemandangan yang luar biasa indahnya, paling tidak itulah yang saya rasakan. Stalagtit dan stalagmit yang ada dalam gua akan menghipnotis setiap mata yang memandangnya. Lampu-lampu neon yang berwarna-warni menambah keeksotikan goa ini. Stalagnit dan stalagmit diabadikan dengan diberi nama, Cello Giri, Selo Citro Cipto Agung, Cello Pakuan Bomo, Cello Adi Citro Buwono, Cello Bantaran Angin dan Cello Susuh Angin.

Di dalam Goa Gong terdapat lima sendang yang bernilai magis bagi yang mempercayainya. Sendang-sendang tersebut antara lain: Sendang Jampi Rogo, Sendang Panguripan, Sendang Relung Jiwo, Sendang Kamulyan, dan Sendang Relung Nisto yang dipercaya memiliki nilai magis untuk menyembuhkan penyakit.
Gua Gong memiliki beberapa ruangan. Ruang pertama adalah ruang Sendang Bidadari yang terdapat sendang kecil dengan air dingin dan bersih di dalamnya. Di sebelahnya adalah ruang Bidadari, yang menurut cerita, di ruangan ini kadang melintas bayangan seorang wanita cantik yang menyerupai bidadari.
Ruang ketiga dan keempat adalah ruang kristal dan marmer, di mana di dalam ruangan tersebut tersimpan batu kristal dan marmer dengan kualitas yang mendekati sempurna. Ruangan kelima merupakan ruangan yang paling lapang. Di tempat ini pernah diadakan konser musik empat negara (Indonesia, Swiss, Inggris, dan Perancis) dalam rangka mempromosikan keberadaan Gua Gong ke mancanegara. Ruang keenam adalah ruang pertapaan, dan ruang terakhir adalah ruang Batu Gong. Di ruangan ini terdapat batu-batu yang apabila kita tabuh akan mengeluarkan bunyi seperti Gong. (Yui Hidayanto)

'Africa' van Java

'Africa' van Java


Taman Nasional Baluran di Situbondo, Jatim dijuluki Africa Van Java. Di taman nasional inilah, Anda akan menjumpai aneka hewan seperti rusa hingga banteng hutan, padang savana yang luas, hingga kehidupan bawah laut yang cantik. Penasaran?

Taman Nasional Baluran terletak di Situbondo, Jatim. Jika Anda menuju taman nasional ini dari Surabaya, maka akan memakan waktu sekitar 6 jam. Tapi, rasa lelah itu akan dibayar impas dengan sensasi petualangan ala Afrika di padang savana yang luas!

Anda dapat berjumpa aneka satwa di Taman nasional Baluran, seperti rusa, kera, dan yang paling terkenal adalah burung merak. Jika Anda beruntung, siap-siap bertemu banteng hutan saat musim panas tiba.

Tak hanya itu, Taman Nasional Baluran juga punya Pantai Bima. Lihatlah terumbu karang dan ikan-ikan badut yang ada di bawah lautnya, benar-benar cantik!

Saat sunrise, Anda akan dibuat kaum oleh cahaya mentari yang berwarna kuning telur. Pastikan, Anda datang ke Taman Nasional Baluran untuk menyaksikan kebesaran ciptaan Tuhan di ujung timur Pulau Jawa ini. detikTravel

Buang Stress di Grand Canyon, Jawa Barat

 
Buang Stress di Grand Canyon, Jawa Barat


Kembali ke alam menjadi satu dari banyak cara yang bisa Anda pilih untuk menghilangkan stres. Dengan lokasi yang relatif dekat dari Bandung, Green Canyon menjadi objek wisata yang layak dijajal untuk melepas penat.

Perjalanan dari Bandung sepanjang 240 km ke selatan Pulau Jawa terbayar dengan keindahan panorama Green Canyon, atau Cukang Taneuh yang hijau dan eksotis. Betapa tidak, memasuki kawasan wisata yang berlokasi di Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang, Ciamis, Jawa Barat itu, wisatawan disuguhi hamparan air sungai yang diapit pepohonan hijau di kedua sisinya.

Itu baru awal. Dengan membayar tiket masuk seharga Rp 77.500, Anda akan diantar menyusuri sungai sepanjang 2 km menuju Green Canyon. Di kawasan Green Canyon, turis diberikan waktu selama 15 menit untuk menikmati, dan mengabadikan keindahan mahakarya sang pencipta itu dalam jepretan kamera.

Badan sungai yang mengecil menjadi penanda pemberhentian perahu. Wisatawan kemudian akan tiba di kawasan Green Canyon. Butuh waktu sekitar 15 menit untuk sampai di Green Canyon yang sebenarnya.

Penjelajahan pun dimulai dari tempat ini. Pemandangan di sini jauh berbeda dengan pemandangan sepanjang sungai tadi.

Kawasan ini sebenarnya merupakan aliran sungai Cijulang yang diapit tebing tinggi yang begitu indah. Di bagian atas, pepohonan hijau tampak mewarnai tebing itu. Rimbun. Di bagian bawah, bebatuan menghiasi aliran sungai yang tidak terlalu deras.

Berbeda dengan air sungai sebelumnya yang berjenis air payau, air di sungai di Green Canyon berjenis air tawar. Airnya yang jernih dan menyegarkan sangat sayang dilewatkan begitu saja. Gemericik air dan pantulan sinar matahari yang masuk melalui sela-sela pepohonan dari atas ke sungai begitu menggoda.

Dengan sedikit negosiasi dengan pemandu yang mengantar, traveler bisa merasakan sensasi berenang di aliran sungai itu. Bersiaplah berbasah-basahan di sini. Jangan pernah mengatakan pernah berkunjung ke Green Canyon jika tidak merasakan berenang di aliran sungainya.

Pemandu biasanya mematok tarif tambahan untuk mengantar wisatawan berenang mengarungi sungai. Tak hanya itu, turis juga akan ditemani menjelajah Green Canyon sampai ke pelosok. Ia juga akan membimbing dan membantu Anda untuk mengabadikan gambar lewat lensa kamera.

Setelah deal dengan si pemandu, turis akan diberi jaket pelampung untuk mulai berenang menuju sisi yang lebih dalam dari Green Canyon itu. Titipkan semua barang bawaan Anda di perahu yang tadi mengantar karena tidak mungkin Anda berenang dengan semua barang bawaan itu.

Tidak bisa berenang? Jangan khawatir. Dengan jaket pelampung, wisatawan yang tidak bisa berenang tetap akan bisa mengambang. Anda hanya perlu menggerakan tubuh dan mengerahkan tenaga untuk berenang melawan arus.

Meski arusnya tidak terlalu deras, tetap saja berenang melawan arus itu bukan hal yang mudah. Sensasi dingin air langsung menusuk kulit begitu tubuh masuk ke dalam sungai. Lama kelamaan, tubuh pun akan terbiasa dinginnya air.

Dengan jaket pelampung, Anda bisa mengambang tanpa harus bisa berenang. Terlentang ataupun tengkurap bebas Anda lakukan. Pilihlah posisi yang paling nyaman untuk menyusuri sungai sepanjang kurang lebih 50 meter untuk sampai di Batu Payung.

Jika pelancong merasa lebih nyaman berenang dengan posisi badan tengkurap, coba sesekali putarkan badan Anda. Dalam posisi terlentang, lihatlah ke atas. Langit berbingkai tebing hijau menjadi pemandangan yang spektakuler.

Lepaskan semua beban dan nikmati keindahan yang tersaji. Tidak hanya langit dan tebing, air yang menetes dari tebing pun bisa menjadi pemandangan yang luar biasa indah. Tetesan air yang turun dari tebing sepanjang tahun itu menetes dengan teratur.

Memandang tetesan air secara vertikal dari bawah jauh berbeda dengan memandangnya secara horisontal. Jika memandang secara horizontal, tetesan air menetes cepat akibat gravitasi bumi. Tapi dengan memandang tetesan air itu secara vertikal, waktu terasa berjalan sangat lambat.

Tetes demi tetes air itu meluncur lambat, sangat lambat, dari tebing sebelum kemudian mendarat lembut di wajah. Sebuah fenomena yang menakjubkan yang layak Anda alami.

Setelah berenang disungai sepanjang 50 meter, Anda akan sampai di Batu Payung. Batu yang menjorok dari sisi tebing itu merupakan titik untuk melompat. Dengan ketinggian 4-5 meter, Anda bisa melompat ke sungai sedalam 8-10 meter di bawahnya.

Tapi jangan sesekali nekat menaiki tebing untuk sampai ke batu jika tidak berani melompat. Sampai di batu, Anda tidak punya pilihan selain melompat. Turun melalui tebing yang telah dipanjat terlalu curam dan cukup berbahaya karena di bawahnya penuh dengan bebatuan.

Di puncak batu, adrenalin Anda akan terpacu. Air sungai yang jernih memperlihatkan dengan jelas batu karang yang ada di baliknya. Tidak heran jika Anda kembali berpikir untuk melompat. Tapi jangan khawatir. Bebatuan itu berada cukup dalam di dalam sungai sehingga tidak akan membahayakan.

"Ambillah sedikit ancang-ancang dengan berlari kecil sebelum melompat. Ketika melompat, usahakan badan berada dalam posisi tegak lurus sehingga Anda akan mendarat sempurna ke dalam sungai," jelas Unang guide di Green Canyon yang sudah menjadi pemandu sejak 1987 itu.

Posisi tubuh yang tidak tegak lurus akan menimbulkan rasa sakit ketika bertabrakan dengan permukaan sungai. Rasa khawatir dan takut saat akan melompat hilang begitu saja bersama keraguan ketika sudah melompat.

Bagi yang belum pernah mencoba, ini terdengar menyeramkan. Tapi setelah mencoba, Anda dijamin akan ketagihan dan ingin melompat kembali.

Dengan pemandangan bak lukisan, Green Canyon menjadi salah satu tempat yang wajib dikunjungi terutama oleh Anda yang menyukai petualangan. Objek wisata ini buka setiap hari mulai pukul 7.30 hingga pukul 16.00 dan pukul 13.00 hingga pukul 16.00 untuk hari Jumat.

"Sebaiknya berkunjunglah pada musim kemarau ketika air sedang jernih. Jika berkunjung saat musim hujan, air akan berwarna coklat dan terlihat kotor. Lebih enak juga memulai perjalanan pagi hari agar waktunya lebih panjang," kata Unang.

Reference : detikTravel

Wednesday, April 24, 2013

Grand Canyon



The Grand Canyon (Hopi: Ongtupqa; Yavapai: Wi:kaʼi:la) is a steep-sided canyon carved by the Colorado River in the United States in the state of Arizona. It is contained within and managed by Grand Canyon National Park, the Hualapai Tribal Nation, and the Havasupai Tribe. President Theodore Roosevelt was a major proponent of preservation of the Grand Canyon area, and visited it on numerous occasions to hunt and enjoy the scenery. It is considered one of the Seven Natural Wonders of the World.[1]

The Grand Canyon is 277 miles (446 km) long, up to 18 miles (29 km) wide and attains a depth of over a mile (6,000 feet or 1,800 metres).[2] Nearly two billion years of the Earth's geological history has been exposed as the Colorado River and its tributaries cut their channels through layer after layer of rock while the Colorado Plateau was uplifted.[3] While the specific geologic processes and timing that formed the Grand Canyon are the subject of debate by geologists,[4] recent evidence suggests the Colorado River established its course through the canyon at least 17 million years ago.[5][6] Since that time, the Colorado River continued to erode and form the canyon to its present-day configuration.[7]

For thousands of years, the area has been continuously inhabited by Native Americans who built settlements within the canyon and its many caves. The Pueblo people considered the Grand Canyon ("Ongtupqa" in Hopi language) a holy site and made pilgrimages to it.[8] The first European known to have viewed the Grand Canyon was García López de Cárdenas from Spain, who arrived in 1540.[9]